Insan.news || Makassar – Walikota Makassar Moh Ramdhan Pomanto – Danny Pumanto – Penuhi Panggilan Majelis Hakim sebagai saksi sidang Lanjutan kasus dugaan korupsi pembangunan Puskesmas Batua tahap I tahun anggaran 2018 di Pengadilan Negeri Makassar, Senin (18/4/2022).
Dalam Keterangannya dihadapan majelis hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Danny Pomanto memaparkansecara teknis dirinya tidak mengetahui proses tender hingga pembangunan Puskesmas Batua.
Dirinya hanya menerima laporan kalau pembangunan tahap awal mencakup konstruksi bangunan sudah selesai dan dinyatakan rampung.
“Pembangunan Puskesmas Batua tahap I dilakukan dengan tujuan nantinya meningkatkan status Puskesmas menjadi rumah sakit. Intinya adalah peningkatan pelayanan kesehatan pada masyarakat Makassar,” beber Danny
Danny Membantah tentang hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai kategori total loss – bangunan tidak dapat digunakan.
Menurut Danny, sebagai mantan konsultan pembangunan rumah sakit, bangunan Puskesmas yang berdiri saat ini bisa digunakan.
“Kalaupun ada perbaikan pada beberapa bagian, hal yang wajar dan biasa dilakukan dalan sebuah proyek konstruksi. Soal proses awal sampai akhirnya proyek tahap I itu kemudian dinyatakan selesai, secara pribadi saya tidak mengetahui. Tapi, bangunan kami lihat bisa dimanfaatkan,” terangnya
Sebagai Arsitektur, Danny memaparkan bahwa berdasarkan dokumen yang diterimanya terkait proyek pembangunan Puskesmas Batua, diketahui bahwa proyek pembangunannya bersifat mulltiyears atau tahun jamak, dengan pengertian kontrak pelaksanaan pekerjaannya membebani dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) lebih dari satu tahun anggaran.
Diketahui, Tahap pertama pembangunan Puskesmas Batua menggunakan anggaran sebanyak 25,5 miliar lebih pada tahun 2018 yang difokuskan pada konstruksi awal.
Kemudian untuk kelanjutan pembangunan Puskesmas Batua tahap II dalam APBD Makassar ada alokasi anggaran sekitar Rp10 miliar lebih.
“Kami telah melakukan pemeriksaan dan menerima buku (laporan) dengan menggunakan tenaga ahli, kontruksi tahap awal bisa digunakan dan dilanjutkan pembangunannya. Konstruksi bangunan selesai dan bisa digunakan,” tegas Wali Kota Berlatar Belakang Arsitek itu
Danny menyebutkan, bangunan Puskesmas Batua layak pakai tapi kemudian mengalami kerusakan karena pada masa dirinya tidak menjabat lagi sebagai wali kota, dilakukan pembiaran dan pembangunan tidak dilanjutkan oleh pejabat wali kota saat itu.
Di sisi lain, saat hakim Farid Hidayat Sopamena menanyakan apakah Wali Kota Danny Pomanto mengenal Andi Erwin Hatta Sulolipu, Danny menegaskan kalau Erwin Hatta adalah sahabatnya.
“Tapi sama dengan sahabat-sahabat saya yang lain, saya tidak pernah membahas masalah proyek sekalipun,” pungkas Danny.
Diketahui, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Sulsel mengajukan kasus dugaan korupsi pembangunan Puskesmas Batua tahap I tahun 2018 ke Kejati Sulsel untuk disidangkan dengan alasan bangunan tidak bisa digunakan, kendati pihak Pemkot Makassar berpandangan lain dan berencana melanjutkan pembangunan.
Terdapat sejumlah terdakwa dalam perkara ini yang diajukan ke persidangan, yakni Andi Naisyah Tunur Ania selaku Kepala Dinas Kota Makassar juga bertindak sebagai Pengguna Anggaran (PA).
Sri Rimayani selaku Kuasa Penggunaan Anggaran sekaligus Pejabat pembuat Komitmen (PPK), Muhammad Alwi selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Hamsaruddin, Andi Sahar dan Mediswaty ketiganya selaku POKJA III BLPBJ Setda Kota Makassar.
Kemudian ada Firman Marwan selaku Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP), Muhammad Kadafi Marikar selaku Direktur PT Sultana Anugrah dan Andi Ilham Hatta Sulolipu selaku Kuasa Direksi PT Sultana Anugrah pada pelaksanaan Pekerjaan Pembangunan Gedung Puskesmas Batua Tahap I TA 2018.
Terdakwa lainnya adalah Dantje Runtulalo selaku Wakil Direktur CV. Sukma Lestari, Anjas Prasetya Runtulalo dan Ruspyanto masing-masing selaku Pengawas Lapangan Pembangunan Gedung Puskesmas Batua Tahap I TA 2018.
Kerugian negara dalam perkara ini merujuk pada hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Nomor 10/LHP/XXI/06/2021 tanggal 17 Juni 2021, senilai Rp22 miliar lebih.