Insan.news || Mataram — Demokrasi Menciderai Dirinya Sendiri
Opini Sudirman
(Ketua Umum HMI Komisariat Hijau Hitam Cabang Mataram)
Sebentar lagi Kita akan diperhadapkan oleh pemilihan umum (Pemilu) secara serentak tahun 2024. Tinggal menghitung waktu saja. Masyarakat Indonesia pada umumnya, lebih-lebih pada tataran masyarakat lokal harus bisa memilih dengan cerdas dimana keberpihakannya. Karena ini adalah jalan untuk menentukan nasib ekonomi, pendidikan, politik sosial budaya, dll. Disisi lain prosedur dalam demokrasi untuk mewujudkan apa yang disebut dengan kepentingan bersama.
Dalam konteks ini, pemerintah negara Indonesia (Legislatif, Yudikatif, Eksekutif) harus betul-betul mampu untuk menjamin kebebasan sipil dalam hal memilih. Tanpa harus di intimidasi sedikitpun. Menjadi tanggung jawab bersama antara Trias Politika dengan Civil Society.
Secara normatif kita akui, bahwa negara sudah melahirkan beberapa kebijakan atau aturan-aturan yang melarang money politics dan sekaligus memberikan jaminan situasi yang Fear sehingga adaptasi masyarakat dengan akulturasi budaya politik sungguh ironis.
Akan tetapi, selama ini kita menemukan situasi dimana proses demokrasi yang diciptakan untuk menjamin adanya kebebasan sipil khususnya melalui jalur pemilihan umum masih sulit untuk diwujudkan. Kondisi ini seakan menegaskan bahwa demokrasi sedang ingin membunuh dirinya sendiri. Demokrasi yang seharusnya meligitimasi kebebasan sipil, justru menjadi hambatan bagi kebebasan sipil itu sendiri.
Demokrasi melalui pemilihan umum ibaratnya hanya sebagai penghias saja.
Kenapa bisa begini ?
Apalah arti keberpihakan memilih, tanpa ekonomi yang kuat. Upaya para elit untuk membeli suara masyarakat akan mudah, ketidakberdayaan masyarakat sebagai pemilih jelas memang menjadi ironi.
Kekuatan oligarki dalam mempertahankan materialistik dengan dalil politik agar mencapai tujuan individualistis dan kelompok elit politik. Saya melihat ini bukan lagi mempertahankan materialistik yg dikeluarkan dan bahkan menambah berlipat lipat keuntungan yg didapatkan dengan kekuasaannya. Ini juga yang menjadi perhatian Winters dalam bukunya yang berjudul Oligarki.
Apakah 2024 mendatang akan bisa menjamin kemurnian demokrasi ?
Harvard Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt menyampaikan pelajaran penuh wawasan dari sejarah untuk menerangkan kerusakan rezim selama abad ke-20 dan ke-21. Mereka menunjukkan bahayanya pemimpin otoriter ketika menghadapi krisis besar.
Berdasarkan riset bertahun-tahun, keduanya menyajikan pemahaman mendalam mengenai mengapa dan bagaimana demokrasi mati; suatu analisis pemicu kewaspadaan mengenai bagaimana demokrasi didesak, dan pedoman untuk memelihara dan memperbaiki demokrasi yang terancam, bagi pemerintah, partai politik, dan individu.
Bisa kita amati secara bersama, bagaimana aktivitas kelompok-kelompok yang terstruktural dalam hasratnya ingin menduduki posisi sebagai aparatur pelaksana pemilu tanpa di uji dengan konsep meritokrasi.
Bagaiman mungkin kita ingin mengharapkan sebuah demokrasi yang murni dan berjalan sesuai dengan marwahnya. Sementara pilar-pilar demokrasi tidak ada yang sehat. Artinya bahwa dalam proses seleksi aparatur pelaksana pemilu harus serius dalam melihat standar dan mampu mencerminkan adanya kemampuan, kredibilitas, dan juga integritas, untuk menjamin Netralitas.
Semoga saja masyarakat sipil dapat mampu memanfaatkan sumberdaya suaranya sebagai manifestasi akan pengontrolannya terhadap kekuasaan yang korup. Sehingga dengan ini akan menjadi solusi solutif terbaik dalam menentukan nasib ekonomi, politik,sosial budaya,pendidikan dan demokrasi kedepannya.