INSAN.NEWS II Pangkep – 30 Agustus – 2025 – Apa yang sesungguhnya terbakar ketika kantor-kantor DPRD di sejumlah daerah dilalap api? Gedung, tentu saja. Tetapi yang lebih parah:
“Demokrasi kita yang sudah lama busuk. Api massa hanya menyambar tembok, sementara api pengkhianatan politik telah lama menyambar nurani para wakil rakyat”.
Mari kita bicara jujur. DPRD di banyak daerah bukan lagi rumah rakyat, melainkan kantor cabang partai politik. Mereka yang duduk di kursi empuk itu lebih sibuk melayani garis partai, menjaga kepentingan eksekutif, atau mengurus proyek bersama pengusaha, daripada mendengarkan suara konstituennya. Representasi berubah jadi transaksi. Demokrasi direduksi jadi kalkulator uang dan kursi.
Jadi, jangan salahkan rakyat bila frustrasi meledak. Jangan pura-pura kaget ketika amarah menjelma api. Sebab suara rakyat sudah lama dipendam, dipotong, dipelintir, dan dibungkam. Yang tersisa hanyalah bara, menunggu kesempatan untuk meledak.
Tetapi mari tegaskan:
“Membakar gedung DPRD tidak akan membakar oligarki yang berakar di tubuh politik kita”. Justru, aksi anarkis memberi bahan bakar baru bagi elite untuk menutup ruang aspirasi dengan dalih keamanan. Negara kembali punya alasan untuk mengerahkan represi, sementara tuntutan substantif rakyat terkubur di balik berita “kantor terbakar”.
Masalah kita bukan pada amarah rakyat, melainkan pada kebusukan sistem politik. Partai-partai gagal menjalankan fungsi representasi. DPRD dipenuhi politisi yang lahir bukan dari rahim rakyat, melainkan dari rahim modal. Kursi dewan dibeli, bukan diperjuangkan. Tidak heran jika kebijakan publik lebih akrab dengan kepentingan pengusaha tambang, kontraktor, dan investor, daripada dengan petani yang kehilangan tanah atau buruh yang gajinya dirampas murah.
Di sinilah krisis paling gawat:
“Rakyat kehilangan kepercayaan, sementara elite kehilangan rasa malu. Demokrasi berubah jadi panggung oligarki, rakyat hanya figuran lima tahunan di bilik suara”.
Api memang bisa melalap gedung DPRD, tapi bukan itu yang harus dibakar. Yang harus kita bakar adalah kesadaran kolektif bahwa sistem politik yang dikuasai oligarki ini hanya bisa diubah lewat kekuatan rakyat yang terorganisir, disiplin, dan cerdas. Bukan dengan amarah sesaat, melainkan dengan strategi yang membuat elite tidak bisa tidur nyenyak.
Kalau DPRD terus tuli, rakyat punya hak mengetuk pintu lebih keras. Tetapi ketukan itu harus berupa tekanan politik yang sistematis, aksi damai yang tidak bisa dipadamkan, dan gerakan moral yang lebih membakar daripada api bensin.
Demokrasi tidak akan diselamatkan dengan membakar gedung. Demokrasi hanya akan hidup kembali bila rakyat berani membakar kesadaran: bahwa kedaulatan sejati bukan di kursi dewan, melainkan di tangan rakyat sendiri.


