INSAN.NEWS || Pangkep, 01 Oktober 2025 – Momentum Hari Kesaktian Pancasila tahun ini menjadi refleksi kritis terhadap arah demokrasi Indonesia. Sistem pemilihan langsung yang diterapkan pasca reformasi dinilai semakin menjauhkan bangsa dari semangat musyawarah mufakat yang menjadi inti sila ke-4 Pancasila.
Sejak awal, Pancasila dirancang bukan sekadar sebagai ideologi, tetapi sebagai dasar negara yang memandu arah kehidupan politik, sosial, dan kebudayaan Indonesia. Dalam pidatonya di forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Presiden Soekarno bahkan menegaskan bahwa ia tidak percaya pada Kapitalisme maupun Sosialisme. Menurutnya, Pancasila adalah jalan alternatif yang berlandaskan pada Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Demokrasi, dan Keadilan Sosial.
Pandangan ini pernah ditanggapi sinis oleh filsuf Inggris, Bertrand Russell. Namun setelah mendalami penjelasan Soekarno, Russell justru mengakui bahwa ideologi dunia di masa depan hanya akan bertarung di antara tiga: Kapitalisme, Sosialisme, dan Pancasila.
Kini, setelah hampir delapan dekade Indonesia merdeka, ruh Pancasila dinilai semakin tergerus. Sistem pemilihan langsung dianggap membuka ruang politik transaksional, pragmatisme, dan bahkan sektarianisme. Identitas kedaerahan, agama, dan suku justru menjadi instrumen politik, mengancam persatuan bangsa.
“Dengan sistem pemilihan langsung, sektarianisme sulit dihindari. Kita melihat bagaimana politik identitas semakin kuat, dan ini sangat mengkhawatirkan bagi keutuhan bangsa,” demikian refleksi yang berkembang dalam diskursus Hari Kesaktian Pancasila.
Sekretaris Umum HMI Cabang Pangkep, Aminatuzzuhriah, menegaskan perlunya kembali menempatkan Pancasila sebagai pedoman fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Musyawarah mufakat adalah roh Pancasila yang kini diabaikan. Jika bangsa ini terus mengutamakan demokrasi langsung yang sarat kepentingan pragmatis, maka persatuan bangsa akan terus terkikis. Pancasila harus ditegakkan kembali sebagai ideologi pemersatu, bukan sekadar jargon,” ujarnya, Rabu (01/10/2025/).
Menurutnya, Hari Kesaktian Pancasila bukan hanya peringatan historis, tetapi juga momentum untuk mengingatkan bangsa bahwa dasar negara ini tidak boleh dipisahkan dari praktik politik sehari-hari. “HMI melihat pentingnya mengembalikan Pancasila pada posisi strategisnya, agar demokrasi kita tidak kehilangan arah dan bangsa ini tetap berdiri kokoh,” tambahnya, Aminah sapaan akrabnya, Rabu ( 01/10/2025/).
Peringatan Hari Kesaktian Pancasila tahun ini seakan menjadi alarm bahwa bangsa Indonesia tengah diuji: apakah tetap setia pada Pancasila sebagai ideologi pemersatu, atau membiarkan demokrasi prosedural menyeret bangsa ke jurang perpecahan?