INSAN.NEWS || Sidrap – Dosen Universitas Muhammadiyah Sidenreng Rappang sekaligus pengurus Majelis Wilayah (MW) KAHMI Sulawesi Selatan, Buhari Fakkah, menilai bahwa dalam menentukan pilihan politik, faktor utama yang memengaruhi perilaku pemilih bukan semata-mata figur calon, melainkan motif di balik pilihan itu sendiri.
Menurut Buhari, motif politik seseorang mencerminkan karakter dan tingkat kedewasaan politik pemilih. Ia mengelompokkan motif memilih ke dalam tiga kategori besar, yakni rasional, emosional, dan pragmatis.
“Cara membaca pilihan politik itu sebenarnya melalui motif. Dari motif itulah kita bisa menilai apakah seseorang memilih secara rasional, emosional, atau pragmatis,” ujar Buhari Fakkah melalui akun Facebooknya, Selasa (07/10/2025).
Buhari menjelaskan, pemilih rasional adalah mereka yang menentukan pilihan berdasarkan program kerja yang ditawarkan pasangan calon.
Pemilih jenis ini tidak terpengaruh oleh kedekatan personal maupun sentimen emosional terhadap kandidat tertentu.
“Pemilih rasional memilih karena program kerja yang terukur dan realistis, bukan karena kenal atau tidak kenal dengan calon. Biasanya karakter seperti ini dimiliki oleh kalangan cendekia dan independen yang tidak terlibat langsung dalam tim sukses,” jelasnya.
Sementara itu, pemilih emosional, lanjut Buhari, menentukan pilihan berdasarkan kedekatan personal atau citra figur kandidat. Pemilih dengan karakter ini cenderung mengabaikan aspek rasionalitas, bahkan etika dan moral politik.
“Pemilih emosional umumnya berasal dari basis pendukung atau simpatisan yang sudah memiliki ikatan personal dengan calon. Mereka memilih karena figur, bukan karena gagasan,” kata Buhari, Selasa (07/10/2025/).
Adapun pemilih pragmatis, menurutnya, menjadikan kepentingan pribadi atau keuntungan material sebagai dasar keputusan politik. Kelompok ini kerap disebut sebagai petualang politik atau oportunis.
“Karakter pragmatis biasanya dimiliki oleh kalangan yang oportunis dan berorientasi ekonomi. Mereka sering berdiri di dua kaki sambil menunggu hasil survei, untuk kemudian menentukan ke mana akan berpihak,” ungkapnya.
Buhari menambahkan, fenomena ketiga karakter pemilih ini selalu muncul dalam setiap kontestasi politik, baik di tingkat lokal maupun nasional.
Namun, yang paling menentukan kualitas demokrasi, kata dia, adalah sejauh mana masyarakat mampu bersikap rasional dan beretika dalam memilih.
“Demokrasi yang sehat membutuhkan pemilih yang rasional dan beretika. Jika yang dominan justru emosional dan pragmatis, maka politik kita akan terus terjebak dalam siklus kepentingan jangka pendek,” tutup Buhari.