Opinions

Ketika Dalil Dijadikan Borgol: Perempuan Dipenjara Atas Nama Tuhan

IMG 20251104 WA0088 1
Aminatuzzuhriah Sekretaris Umum HMI Cabang Pangkep
Daftar Isian Bacaan+

    Oleh : Aminatuzzuhriah – Sekretaris Umum HMI Cabang Pangkep

    INSAN.NEWS || Pangkep,- 04 November 2025 – Di banyak ruang sosial, perempuan tak hanya dibebani norma, tetapi juga dipasung oleh ayat‐ayat yang ditafsirkan secara sempit. Atas nama Tuhan, perempuan diawasi, diatur, bahkan dibungkam. Dalil seakan menjelma borgol; Bukan menerangi, justru membelenggu.

    Padahal, filsuf Prancis Simone de Beauvoir pernah mengingatkan;

    “One is not born, but rather becomes, a woman.”

    Bahwa perempuan tidak ditakdirkan inferior; Merekalah yang dibuat demikian oleh sistem.

    Serang Argumennya, Jangan Orangnya ‎

    Sementara Friedrich Nietzsche menulis;

    “Moralitas adalah alat para penguasa untuk mengendalikan.”
    Dan moralitas – ketika disandarkan pada teks yang dipilah-pilih – sering menjadi alat yang menyasar tubuh perempuan pertama kali.

    Ironinya, dalam tradisi Islam sendiri, dalil tidak pernah lahir untuk menindas. Yang kerap sewenang-wenang adalah tafsir, bukan wahyu. Al-Qur’an mengangkat derajat perempuan sebagai manusia bermartabat.

    “Dan kaum perempuan mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya, menurut yang patut.” – QS. Al-Baqarah: 228″.

    Ayat ini jelas menunjukkan kesetaraan dan keseimbangan. Tetapi dalam praktik sosial, keseimbangan itu terjungkir. Tafsir akhirnya lebih keras dari ayat itu sendiri.

    Liberalisme Politik dan Budaya Politik Kutu Loncat:Ketika Demokrasi kehilangan Hikmat dan Politisi Kehilangan Rasa Malu ‎

    Perempuan diperintahkan menutup aurat, bukan untuk menyembunyikan martabat, tetapi agar terjaga. Namun, sebagian orang kemudian memelintirnya menjadi kontrol penuh atas tubuh dan gerak mereka.

    “Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu…” – QS. An-Nisā’: 1
    Bahwa perempuan dan laki-laki berasal dari satu sumber yang sama – tetapi realitas memisahkan keduanya dalam hirarkis.

    Ketika dalil menjadi borgol, tafsir dipakai untuk menutup mulut, dan adat lebih kuat daripada akal, maka agama kehilangan fungsi utamanya: membebaskan manusia.

    Filsuf Muslim Muhammad Iqbal pernah mengingatkan;

    “Agama yang membunuh daya pikir adalah agama tanpa ruh.”

    Nurul Rahma Usung Visi Progresif: Jadikan Kohati Takalar Rumah Belajar dan Ruang Pemberdayaan Perempuan

    Karena itu, persoalannya bukan pada Tuhan, melainkan pada manusia yang mengaku memahami Tuhan – namun memakai teks suci untuk melanggengkan dominasi.

    Perempuan tidak terpenjara oleh ayat, tetapi oleh penafsir yang memelintirnya.
    Ayat turun sebagai cahaya; manusialah yang menjadikannya rantai.

    Kini, pertanyaannya;
    Sampai kapan dalil dipakai untuk membungkam yang seharusnya diangkat?

    INSAN.NEWS – Menginspirasi Anda Follow Berita InsanNews di Google New

    × Advertisement
    × Advertisement