Oleh : Aminatuzzuhriah – Sekretaris Umum HMI Cabang Pangkep Periode 2025 – 2026
INSAN.NEWS || Pangkep,- 08 November 2025 – Di tengah derasnya wacana kesetaraan gender, saya menyaksikan satu fenomena yang terus berulang:
“Perempuan seakan selalu didorong untuk membuktikan diri, seolah nilai kami baru layak diakui ketika berhasil menandingi laki-laki”.
Emansipasi sering diterjemahkan sebagai kompetisi, bukan kesalingan. Pertanyaannya:
“Sampai kapan perempuan harus berlomba hanya untuk diterima sebagai manusia utuh”?
Saya memandang kesetaraan bukan sebagai medan perang yang melahirkan pemenang dan pecundang. Saya menolak gagasan bahwa perempuan harus menggeser posisi laki-laki demi dianggap setara.
Bagi saya, kesetaraan yang sejati adalah ketika perempuan dan laki-laki dapat berjalan berdampingan, saling menguatkan, bukan saling mengalahkan.Perempuan bukan tiruan laki-laki. Perempuan juga tidak diciptakan sebagai oposisi laki-laki.
“Kami adalah subjek penuh dengan logika, emosi, dan kedaulatan yang Allah titipkan kepada kami”.
Saya lebih memilih bahasa kolaborasi dibanding kompetisi. Sebab kompetisi hanya memindahkan dominasi dari satu kubu ke kubu yang lain.
Jika kita mengganti wajah penindas tanpa mengubah pola pikirnya, apakah itu yang disebut kemajuan?
Filsuf Lao Tzu pernah berpesan ;
”Segala sesuatu tumbuh dari keharmonisan dua kutub yang saling melengkapi.”
Begitu pula relasi perempuan dan laki-laki. Ia bukan soal siapa lebih tinggi, melainkan bagaimana keduanya saling menegakkan.
Dalam Firman-Nya, Allah telah menegaskan martabat perempuan dengan indah:
”Mereka (perempuan) adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka.” – QS. Al-Baqarah: 187
Ayat “pakaian” menggambarkan kedekatan, perlindungan, dan kesalingan. Bukan persaingan, Bukan pula dominasi. Karena itu, saya tidak pernah menganggap perjuangan perempuan sebagai upaya menumbangkan laki-laki.
Saya justru ingin mengoreksi struktur yang menindas keduanya. Ketidakadilan bukan hanya musuh perempuan, tetapi musuh manusia.
Saya ingin perempuan dihargai bukan karena berhasil menaklukkan laki-laki, tetapi karena berhasil menjadi dirinya sendiri.
Kesetaraan bagi saya bukan soal siapa yang menguasai panggung. Kesetaraan adalah ketika panggung itu cukup besar untuk kita bangun bersama.
Peradaban tidak pernah tumbuh dari pertarungan yang melelahkan, tetapi dari kolaborasi yang memberi ruang bagi semua manusia.
”Maka hari ini, ketika dunia terus menuntut perempuan untuk membuktikan diri, Saya memilih menunjukkan bahwa kolaborasi lebih unggul daripada kompetisi”.
INSAN.NEWS – Menginspirasi Anda Follow Berita InsanNews di Google New


