Oleh : Buhari Fakkah – Dosen UMS Rappang
INSAN.NEWS || Wanci – Wakatobi,- Sabtu 20 Desember 2025 – Pengkaderan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada hakikatnya bukan sekadar proses regenerasi organisasi, melainkan laku peradaban. Ia bekerja diam-diam, jauh dari gegap gempita, namun menentukan arah masa depan umat dan bangsa.
Dari sudut Pulau Wanci sebuah wilayah yang kerap diposisikan sebagai pinggiran, pengkaderan HMI meniti jalannya yang sunyi, tetapi justru di sanalah mata air kecemerlangan itu dirawat. Jalan sunyi bukanlah tanda ketiadaan perjuangan, melainkan pilihan kesadaran.
Di Wanci, keterbatasan geografis, minimnya fasilitas, dan jauhnya pusat pengambilan keputusan tidak mematikan semangat kaderisasi. Sebaliknya, ia memurnikan niat.
Pengkaderan dijalankan bukan demi prestise, melainkan demi kesinambungan nilai. Di ruang-ruang kecil diskusi, di sekretariat sederhana, kader HMI ditempa untuk berpikir, bukan sekadar mengikuti.
Mata air kecemerlangan pengkaderan HMI terletak pada kesetiaannya terhadap Nilai Dasar Perjuangan (NDP). Islam tidak dipahami secara dogmatis, tetapi sebagai etika pembebasan.
Keindonesiaan tidak diperlakukan sebagai slogan, melainkan sebagai tanggung jawab sejarah. Dan keilmuan tidak dijadikan ornamen, melainkan alat untuk membaca realitas dan membela yang lemah.
Di Wanci, nilai-nilai ini hidup dalam percakapan sehari-hari, bukan hanya dalam dokumen kaderisasi.
Di tengah arus pragmatisme organisasi di mana kader kerap diukur dari kecepatan naik jenjang dan kedekatannya dengan kekuasaan, pengkaderan di Wanci justru bergerak melawan arus.
Tidak menjanjikan jalan pintas menuju posisi, tetapi menawarkan jalan panjang menuju kesadaran. Inilah pengkaderan sebagai proses pembentukan watak yaitu sabar, kritis, dan berani berbeda.
Namun jalan sunyi selalu berisiko. Ia sepi apresiasi dan rawan dilupakan. Tidak semua kader bertahan dalam proses yang menuntut ketekunan dan kejujuran intelektual.
Tetapi sejarah HMI menunjukkan bahwa kader-kader yang lahir dari kesunyian sering kali memiliki daya tahan moral yang lebih kuat ketika berhadapan dengan kekuasaan dan godaan zaman.
Pulau Wanci, dalam konteks ini, bukan sekadar lokasi geografis, melainkan simbol. Ia melambangkan pinggiran yang setia menjaga pusat nilai.
Dari sudut yang jauh ini, HMI diingatkan bahwa kekuatan sejatinya tidak terletak pada kedekatan dengan elite, melainkan pada kemampuannya merawat mata air pengkaderan yang jernih, air yang mengalirkan intelektualitas, spiritualitas, dan keberpihakan.
”Meniti jalan sunyi dari Wanci adalah ikhtiar menjaga agar pengkaderan HMI tidak kehilangan ruhnya”.
Selama masih ada kader yang memilih setia pada proses, pada nilai, dan pada kerja sunyi yang konsisten, maka kecemerlangan HMI tidak akan kering. Ia akan terus mengalir, meski dari mata air yang jauh dari sorotan.
INSAN.NEWS – Menginspirasi Anda Follow Berita InsanNews di Google New


