Insan.News || Makassar – Dinas Kesehatan atau Dinkes Kota Makassar nampak konsisten dalam melakukan sosialisasi bahaya merokok bagi kesehatan. Pasalnya, berdasarkan berbagai data setidaknya ada ratusan anak yang meninggal dunia akibat rokok.
Untuk itu, Kepala Seksi Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa Dinkes Makassar, Adi Novrisa Perdana menegaskan rokok merupakan salah satu sumber penyakit yang berbahaya seperti hipertensi, diabetes hingga penyakit jantung (PTM).
“Jadi kalau ada yang beranggapan bahwa rokok merupakan sumber pendapatan, itu bisa dibantah karena kalau untuk jangka pendek memang iya bisa menghasilkan tapi jangka panjangnya berdampak buruk terhadap kesehatan,” ujar Adi Vovrisa kepada awak media, Rabu (25/05/2022).
Baca juga;
Peringati Hari Tembakau Sedunia 2022, Dinkes Gelar Lomba Konten Remaja Makassar Menolak Rokok
Selain data dari hasil penelitian berbagai lembaga kesehatan atau pemerhati rokok, ada juga pengakuan dari hasil riset seorang wartawan media Tempo, Istiqomatul Hayati menyebut ada 235 ribu anak harus kehilangan akibat dampak bahaya asap rokok setiap tahunnya di Indonesia.
Istiqomatul Hayati mengatakan peran media sangat berperan penting dalam mengedukasi anak dan masyarakat untuk tidak mengisap rokok lantaran diperkirakan ada sekitar 235 ribu orang meninggal dunia di Indonesia setiap tahunnya akibat rokok.
“Setiap tahunnya pengguna rokok terus meningkat, berdasarkan data riset kesehatan dasar tercatat tahun 2018 total jumlah perokok kita menjadi 65,7 jiwa dan membuat kita bertengger di urutan ketiga di dunia setelah China dan India,” kata Istiqomatul Hayati, pada Rabu, 25 Mei Melalui zoom terkait Kawasan Tanpa Rokok di Kota Makassar.
Ia menyebut prevalensi perokok pasda usia remaja 15 tahun ke atas di Indonesia terus meningkat tercatat 29% di tahun 2021. Untuk kota Makassar sendiri mencapai angka 51% pada tahun 2018 di usia 15-19 tahun, sedangkan pada tahun 2019 untuk pelajar diangka 61%.
“Terdapat beberapa alasan pengguna rokok di Indonesia termasuk makassar cukup tinggi diantaranya rendahnya harga rokok kita dan belum maksimalnya penerapan Perda KTR,” lanjutnya.
Menurutnya di Indonesia sudah ada 375 kabupaten kota yang membuat regulasi itu, 15 diantaranya dihasilkan selama pandemi dan masih ada 147 daerah lagi yang belum membuat aturan KTR,” kata Istiqomatul.
Alasannya, kata Istiqomatul, masih ada daerah yang ogah ogahan membuat regulasi KTR, mulai dari kepala daerahnya yang merokok hingga anggota DPRD-nya.
Sedangkan di Pemerintah Kota Makassar sudah mengeluarkan peraturan daerah terkait Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di tahun 2013 namun belum efektif karena lemahnya pengawasan dan penindakan.