News

Firman Jaya Daeli Gugat Nurani Hukum Indonesia dalam Forum LK II HMI Jeneponto

IMG 20251129 WA0222
Firman Jaya Daeli Ketua Dewan Pembina Pusat Kajian Politik dan Keamanan (Puspolkam) Indonesia Menyampaikan Materi Tentang Kontrak Sosial dan Nurani Hukum Pada Forum Intermediate Training HMI Cabang Jeneponto di Hotel Lingkarsut. Sabtu (29/11/2025). Foto Barsa ‎

INSAN.NEWS || Jeneponto,- Suasana hening menyelimuti ruang aula Hotel Lingkarsut, Jalan Lingkar Kabupaten Jeneponto, ketika tokoh nasional dan mantan Anggota DPR RI, sekaligus Ketua Dewan Pembina Pusat Kajian Politik dan Keamanan (Puspolkam) Indonesia, Firman Jaya Daeli, ketika masuk ke dalam Forum.

‎Di hadapan puluhan peserta Latihan Kader II HMI Cabang Jeneponto, Firman membuka materinya dengan pernyataan tajam:

‎“Hukum yang kehilangan nurani adalah hukum yang kehilangan keadilan.”

‎Kalimat itu menjadi pintu masuk diskusi panjang bertema “Dari Kontrak Sosial ke Kesadaran Kolektif: Membangun Hukum sebagai Nurani Bangsa”, yang berlangsung pada Sabtu (29/11/2025).

‎Forum ini menjadi ruang intelektual yang mempertemukan gagasan teoretis dan praksis hukum dalam perspektif keadilan sosial.

Bagian III – Hegemoni Algoritma dan Kematian Akal Sehat ‎(Penutup dari trilogi “Demokrasi dan Logika yang Tertukar”)

‎HUKUM SEBAGAI PROYEK PERADABAN

‎Dalam pemaparannya, Firman menegaskan bahwa hukum tidak boleh berhenti sebagai rangkaian pasal. Ia harus hidup melalui nilai-nilai moral yang dijaga secara kolektif oleh masyarakat dan negara.

‎“Hukum bukan sekadar teks. Ia adalah proyek peradaban yang menuntut kejujuran moral. Kontrak sosial harus bertemu dengan kesadaran kolektif agar hukum benar-benar bekerja bagi bangsa,” tegasnya.

‎Menurut Firman, negara harus membangun sistem hukum yang tidak hanya responsif secara prosedural, tetapi juga memiliki keberpihakan pada keadilan dan kemanusiaan.

‎TANYA JAWAB KRITIS: HUKUM TANPA NURANI

Perempuan Berdaya: Menembus Ketidakadilan Gender dan Menata Arsitektur Ekonomi Syariah sebagai Pilar Keadilan Sosial

Pada sesi dialog, forum menjadi semakin hidup ketika Nur Fatmi, peserta dari Komisariat Mega Rezki HMI Cabang Makassar, melontarkan pertanyaan kritis mengenai fenomena hukum yang tak berlandaskan moral.

‎Ia menyampaikan kegelisahannya:

“Ketika kontrak sosial menggambarkan adanya kesepakatan antara masyarakat dan legislatif, bagaimana dengan produk hukum yang dibuat tanpa dilandasi nurani? Apa implikasinya bagi masyarakat?”

‎Pertanyaan itu disambut Firman dengan apresiasi. Ia menegaskan bahwa hukum yang disusun tanpa nurani hanya akan menghasilkan jarak antara masyarakat dan negara.

“Jika hukum tidak berpihak pada kemanusiaan, masyarakat akan kehilangan kepercayaan. Legitimasi hukum tidak hanya terletak pada pasal yang tertulis, tetapi pada rasa keadilan yang dirasakan rakyat,” jawabnya.

Arsyi Jailolo (Ketua PB HMI Bidang HI) Bedah Krisis Kepemimpinan Sulsel di LK II HMI Jeneponto: “Leluhur Kita Besar, Tetapi Kita Menjauh dari Nilainya”

PESAN KHUSUS UNTUK KADER HMI

‎Di akhir sesi, Firman mendorong kader HMI untuk menjadi penjaga moralitas publik sekaligus pelopor pembaruan hukum di Indonesia. Ia menegaskan bahwa kader HMI memiliki peran penting sebagai kaum intelektual organik yang mampu menghadirkan nilai dalam setiap kritik dan solusi.

“Kader HMI harus mendaraskan nilai di tengah sistem. Jadilah penggerak perubahan yang kritis, berani, dan tetap dibimbing nurani,” pesannya.

‎Acara LK II ini diikuti peserta dari berbagai cabang, menunjukkan bahwa HMI Cabang Jeneponto berhasil menghadirkan forum kaderisasi yang inklusif, progresif, dan berorientasi pada penguatan kapasitas intelektual kader.

INSAN.NEWS – Menginspirasi Anda Follow Berita InsanNews di Google New

× Advertisement
× Advertisement