Oleh : Baharuddin Hafid (Dosen tetap Universitaz Megatezky Makassar)
INSAN.NEWS || Makassar,- 19 November 2025 – Dalam dinamika sejarah panjang umat manusia, peradaban kerap dipahami sebagai ruang kontestasi:
”Siapa yang paling maju, paling dominan, dan paling berpengaruh”.
Namun, pandangan seperti ini sering mengaburkan kenyataan bahwa peradaban besar justru lahir dari proses saling belajar dan saling meminjam pengetahuan antarbangsa.
Dalam konteks itulah Islam tampil sebagai salah satu titik temu peradaban dunia – sebuah jembatan yang menyatukan gagasan dari Timur dan Barat, masa lalu dan masa depan, spirit religius dan nalar rasional.
Sejak abad ke-7 hingga puncaknya pada abad ke-10, dunia Islam memainkan peran unik sebagai crossroad intelektual global. Tradisi ilmiah yang berkembang di Baghdad, Kairo, Andalusia, dan Samarkand bukan semata menghadirkan inovasi baru, tetapi juga membuka jalan bagi pertemuan ilmu Yunani, Persia, India, dan berbagai kebudayaan lain. Ulama dan ilmuwan Muslim tidak sekadar menerjemahkan karya-karya klasik;
”Mereka mengembangkan dan menyempurnakannya”.
Dari sinilah lahir nama-nama seperti Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Khwarizmi, Ar-Razi, dan Ibn Rusyd – tokoh-tokoh yang kelak menjadi fondasi kebangkitan Eropa (Renaissance).
Namun, sumbangsih Islam terhadap peradaban dunia bukan hanya pada transfer pengetahuan. Lebih jauh, Islam menawarkan paradigma moral dan etis yang dapat menjadi rujukan universal:
”Keadilan, kesetaraan, penghormatan terhadap martabat manusia, dan keseimbangan antara akal dan wahyu”.
Nilai-nilai ini melampaui batas identitas dan dapat diterima sebagai landasan dialog antarbudaya.
Di era modern yang penuh polarisasi – baik karena konflik geopolitik, perbedaan ideologis, maupun persaingan ekonomi – Islam kembali relevan sebagai titik temu peradaban.
Pertama, Islam membawa pesan moderasi dan toleransi (wasathiyah), yang sejalan dengan kebutuhan global akan hubungan antarmasyarakat yang damai.
Kedua, Islam menegaskan perlunya pencarian ilmu sebagai bagian dari ibadah, sehingga dapat menjadi kekuatan pendorong bagi kemajuan teknologi dan inovasi masa kini.
Ketiga, Islam menempatkan kemanusiaan sebagai inti ajaran, sehingga mampu menawarkan perspektif alternatif terhadap krisis moral dan krisis kemanusiaan di dunia modern.
Tantangannya adalah bagaimana umat Islam mampu menghidupkan kembali tradisi intelektual tersebut. Islam akan menjadi titik temu peradaban bukan hanya karena faktor sejarah, tetapi karena keberanian untuk menampilkan wajah Islam yang inklusif, ilmiah, progresif, dan berbasis nilai-nilai rahmatan lil ‘alamin.
Ketika Islam kembali tampil sebagai ruang dialog, bukan pertentangan; sebagai sumber inspirasi, bukan ketakutan;
“Maka peradaban dunia akan menemukan salah satu poros keseimbangannya”.
Pada akhirnya, Islam sebagai titik temu peradaban dunia bukan sekadar slogan, tetapi sebuah panggilan untuk membangun dunia yang lebih damai, adil, dan beradab.
Dunia membutuhkan kontribusi tersebut – dan umat Islam memiliki seluruh modal historis, intelektual, dan spiritual untuk mewujudkannya.
INSAN.NEWS – Menginspirasi Anda Follow Berita InsanNews di Google New


