Opinions

Refleksi Kepahlawanan dan Tanggung Jawab Intelektual Kader HMI

IMG 20251110 WA0096
‎Fadly Muhammad Ketua Umum HMI Cabang Pangkep Periode 2025–2026 M, Senin (10/11/2025). Foto Ist
Daftar Isian Bacaan+

    Oleh: Fadly Muhammad Ketua Umum HMI Cabang Pangkep Periode 2025–2026

    ‎INSAN.NEWS || Pangkajene Kepulauan,- 10 November 2025 – Peringatan Hari Pahlawan bukan hanya momentum historis, melainkan refleksi filosofis tentang makna perjuangan dan tanggung jawab generasi penerus bangsa.

    Dalam konteks kekinian, kepahlawanan tidak lagi dimaknai semata sebagai pengorbanan fisik di medan perang, melainkan sebagai keberanian moral dan intelektual untuk melawan ketidakadilan sosial, kebodohan, dan kemerosotan nilai.

    ‎Tulisan ini merefleksikan nilai-nilai kepahlawanan dalam perspektif teoritis, etis, dan ideologis, khususnya bagi kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai agen perubahan dan penyangga peradaban.

    ‎Pendahuluan: Pahlawan Sebagai Kesadaran Historis

    Ketika Wasit Ikut Bertanding: Moral yang Hilang dari Penegakan Hukum

    ‎‎“Pahlawan telah banyak darah yang mereka tumpahkan, telah banyak nyawa yang mereka korbankan.” 

    ‎‎Kalimat ini bukan sekadar pernyataan emosional, melainkan panggilan moral bagi bangsa yang sering lupa bahwa kemerdekaan adalah hasil dari perjuangan dan pengorbanan.

    Menurut Hegel (1830), sejarah adalah dialektika kesadaran manusia menuju kebebasan. Maka, tindakan heroik para pahlawan adalah manifestasi dari kesadaran kebangsaan yang menolak penindasan.

    ‎Dalam konteks ini, kepahlawanan adalah bentuk tertinggi dari kesadaran etis manusia terhadap tanggung jawabnya kepada sesama.

    ‎Namun, tantangan generasi kini berbeda. Kita tidak lagi menghadapi kolonialisme bersenjata, melainkan bentuk penjajahan baru:

    Politik Panggung Depan dan Panggung Belakang dalam Penetapan Roy Suryo Cs sebagai Tersangka

    “Disinformasi, hedonisme, korupsi nilai, dan ketimpangan sosial”.

    ‎Di sinilah esensi Hari Pahlawan menemukan maknanya kembali – bukan untuk menatap masa lalu, tetapi untuk menyalakan semangat perjuangan dalam bentuk baru.

    ‎1. Perspektif Teoritis: Kepahlawanan dalam Ruang Etika dan Sosial

    ‎‎Secara teoritis, konsep kepahlawanan dapat dilihat melalui tiga pendekatan utama: etis, sosiologis, dan eksistensial.

    ‎1. Etika Kepahlawanan

    Ketika Putusan Mendahului Kebenaran: Satire atas Demokrasi yang Kehilangan Nalar

    ‎Menurut Immanuel Kant, tindakan moral yang sejati adalah tindakan yang dilakukan bukan karena dorongan keuntungan, tetapi karena kesadaran kewajiban.

    ‎‎Dalam kerangka ini, pahlawan adalah mereka yang berbuat demi kebenaran, bukan demi pengakuan. Mereka menempatkan nilai moral di atas kepentingan pribadi.

    ‎‎2. Sosiologi Kepahlawanan

    ‎Émile Durkheim menjelaskan bahwa masyarakat memerlukan figur simbolik yang merepresentasikan nilai kolektif.

    ‎Pahlawan, dengan demikian, adalah simbol integrasi sosial – mereka menghidupkan solidaritas dan menjadi pengikat moral bangsa.

    ‎3. Eksistensialisme Perjuangan

    ‎Jean-Paul Sartre menegaskan bahwa manusia didefinisikan oleh tindakannya.

    Dalam perspektif ini, pahlawan adalah sosok yang memilih untuk bertindak ketika yang lain memilih diam.

    ‎‎Keberanian untuk “menjadi” di tengah absurditas dunia merupakan esensi eksistensial dari kepahlawanan.

    ‎‎Dari ketiga perspektif tersebut, kepahlawanan hari ini harus dimaknai sebagai kesadaran aktif untuk menghadapi problem kemanusiaan modern – baik dalam ranah pengetahuan, keadilan sosial, maupun moral publik.

    ‎‎2. HMI dan Mandat Kepahlawanan Intelektual

    ‎Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), sejak didirikan oleh Lafran Pane pada 5 Februari 1947, hadir sebagai gerakan intelektual dan moral yang berpijak pada dua landasan: keislaman dan keindonesiaan.

    ‎Dalam Nilai Dasar Perjuangannya (NDP), HMI menegaskan visi membentuk Insan Cita – Manusia HMI yang paripurna juga beriman, berilmu, beramal, dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.

    ‎‎Kader HMI, dalam terminologis itu, bukan hanya aktivis organisasi, tetapi pewaris nilai-nilai kepahlawanan ideologis.

    ‎‎Mereka tidak berjuang di medan perang, tetapi di medan gagasan;

    “Tidak Menumpahkan Darah, tetapi menumpahkan pikiran dan tenaga untuk mencerahkan umat”.

    ‎‎Menurut teori “intellectual leadership” (Kuhn, 1962), pemimpin sejati adalah mereka yang menciptakan paradigma baru di tengah stagnasi berpikir.

    ‎‎Maka, kader HMI yang terus belajar, menulis, mengabdi, dan menebarkan nilai kemanusiaan sejatinya sedang mempraktikkan kepahlawanan intelektual dalam arti yang paling murni.

    ‎3. Kepahlawanan Progresif dan Krisis Peradaban Modern

    Dunia modern menghadirkan paradoks: 

    ‎Kemajuan teknologi diiringi kemunduran moral. Dalam situasi ini, kita menyaksikan munculnya krisis makna sebagaimana dikemukakan oleh Erich Fromm (1956), bahwa manusia modern kehilangan orientasi spiritual karena terlalu menuhankan materialitas.

    ‎Kepahlawanan progresif yang dimaksud di sini adalah keberanian moral dan intelektual untuk melawan arus tersebut.

    ‎Kader HMI mesti tampil sebagai pahlawan nilai – yang menjaga kebenaran di tengah kebohongan publik, menegakkan etika di tengah pragmatisme politik, dan menghidupkan nurani sosial di tengah ketimpangan ekonomi.

    ‎Dalam konteks lokal, kader HMI Cabang Pangkep harus mampu menjadikan nilai perjuangan ini sebagai energi sosial untuk membangun masyarakatnya.

    ‎Kepahlawanan bukan hanya perjuangan nasional, tetapi juga tindakan kemanusiaan di tingkat komunitas – mendampingi masyarakat, mencerdaskan pelajar, dan menghidupkan ruang-ruang dakwah intelektual di kampus dan desa.

    4. Kemajuan Peradaban: Tanggung Jawab Generasi Muda

    ‎‎Pahlawan masa lalu memperjuangkan  kemerdekaan dengan darah dan air mata. Tugas generasi muda adalah menjaga mata air dan darah para pahlawan yang telah gugur di Medan juang.

    ‎Dalam istilah Ali Syari’ati, perjuangan sejati adalah jihad intelektual – perjuangan melawan kebodohan, kemalasan berpikir, dan ketidakpedulian sosial.

    ‎Kader HMI harus menjadi “mujahid peradaban”, yang memahami bahwa tugas intelektual tidak berhenti pada kritik, tetapi berlanjut pada titik pencerahan memanusiakan manusia.

    ‎”Dalam hal ini, trilogi HMI – insan akademis, pencipta, dan pengabdi – merupakan kerangka praksis dari kepahlawanan itu sendiri”.

    ‎‎Penutup

    ‎Hari Pahlawan bukan sekadar momentum mengenang, tetapi panggilan untuk meneruskan. Bila pahlawan dahulu berjuang merebut kemerdekaan, maka pahlawan masa kini berjuang mempertahankan makna kemerdekaan itu dari penjajahan baru:

    “Kebodohan, kemiskinan, dan krisis nilai”.

    ‎Kader HMI dituntut untuk menjadi lentera di tengah kegelapan zaman. Lentera itu bisa berupa gagasan, karya, atau keberanian moral untuk tetap jujur ketika banyak yang memilih diam.

    ‎Sebab sebagaimana dikatakan Soekarno, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya,” dan bangsa yang maju adalah bangsa yang mampu melahirkan pahlawan di setiap generasinya.

    ‎‎Maka, di Hari Pahlawan 2025 ini, marilah kita nyalakan kembali api perjuangan itu di dada kita masing-masing.

    ‎Kita lanjutkan risalah para pahlawan dengan pena, gagasan, dan pengabdian.

    ‎Karena sejatinya, setiap kader HMI adalah pahlawan – bagi zamannya, bagi masyarakatnya, dan bagi kemanusiaan itu sendiri.

    ‎Selamat Hari Pahlawan 2025

    ‎Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Pangkep Mengabdi, Berjuang, dan Mencerahkan Bangsa.

    INSAN.NEWS – Menginspirasi Anda Follow Berita InsanNews di Google New

    × Advertisement
    × Advertisement