INSAN.NEWS || Jakarta – Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menegaskan urgensi revisi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Ia menyebutkan bahwa perubahan aturan diperlukan untuk mengakomodasi dinamika kekayaan negara yang kini mengalami pergeseran, termasuk terkait dividen BUMN yang telah dialihkan dari kas negara ke Danantara.
Bagaimana Tinjauan Aspek Administrasi UU PNBP.?
Menurut Misbakhun, aspek administrasi dalam pengelolaan PNBP juga perlu mendapatkan perhatian khusus. Hingga saat ini, belum ada kejelasan terkait sistem administrasi bagi setiap objek PNBP, sehingga diperlukan definisi yang lebih rinci dalam regulasi yang baru.
“Perlu ada pendefinisian ulang yang lebih detail dalam UU PNBP agar setiap objeknya memiliki regulasi yang jelas,” ujarnya dalam keterangan pada Rabu (14/5/2025).
Apakah UU PNBP Harus Di Rubah.?
Lebih lanjut, Komisi XI DPR RI mewacanakan perubahan guna memperkuat dan memperluas cakupan objek PNBP. Salah satu yang menjadi sorotan adalah sumber daya alam yang selama ini belum tercakup dalam skema PNBP, seperti tanah jarang (rare earth) dan mineral strategis.
“Ada sumber daya alam yang sejak lama belum kita identifikasi, seperti tanah jarang dan tembaga, yang baru akan masuk dalam sistem Simbara pada tahun 2026,” ujar Misbakhun saat rapat di Komisi XI DPR RI, Kamis (8/5/2025).
Dalam revisi ini, pemerintah diharapkan dapat lebih cermat dalam mengidentifikasi objek PNBP agar pendapatan negara dapat dikelola dengan optimal. Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah windfall dari kenaikan harga komoditas akibat pergerakan kurs atau harga pasar, bukan dari hasil produksi.
“Selama ini windfall masuk ke kas negara, tapi belum ada identifikasi yang jelas apakah itu bagian dari pengelolaan dana atau hak negara lainnya,” imbuhnya.
Apakah Sistem Pengawasan PNBP Sudah Maksimal.?
Aspek administrasi juga menjadi fokus dalam revisi UU PNBP ini. Misbakhun mengungkapkan bahwa sistem pengawasan masih belum terstruktur dengan baik, karena setiap kementerian atau lembaga mengelola objek PNBP secara terpisah tanpa koordinasi yang jelas.
“Kementerian Keuangan sebagai pengelola PNBP belum memiliki posisi yang tegas dalam sistem yang ada. Apakah hanya bertindak sebagai pencatat atau juga memiliki fungsi evaluasi dan pengawasan?” tanyanya.
Apa Solusinya.?
Sebagai langkah solutifnya peninjauan ulang terhadap sistem tarif, mekanisme pengawasan, dan sistem administrasi PNBP guna menciptakan regulasi yang lebih efisien.
“Kita perlu mengkaji tarif, sistem administrasi, serta sistem pengawasan agar pengelolaan PNBP lebih optimal dan transparan,” tutupnya.
INSAN.NEWS – Menginspirasi Anda
Follow Berita InsanNews di Google New