Insan.News || JAKARTA – Jakarta memang seperti layar kaca media audio visual. Semua orang bisa lebih gampang nampang dan populer di Jakarta. Itulah yang kemudian sering disebut pencitraan.
Pencitraan itu sendiri artinya, kata guru bahasa Indonesia saya dulu waktu masih sekolah, sekedar pasang aksi atau “jual muka”. Lalu kemudian bisa berharap banyak orang memberi harga atau penghargaan. Padahal barang jualannya tidak ada apa-apanya.
Agaknya, seperti itu pasalnya banyak orang jadi risi dengan blusukannya Risma yang dianggap “kurang kerjaan”. Padahal masalah Bansos (Bantuan Sosial) saja sudah bisa membuat puyeng karena memang banyak masalah yang harus diselesaikan. Lha, kok Ibu Menteri cuma ngurus pemulung, kata Wina seorang aktivis buruh dari Banten Timur, Jum’at 15 Januari 2021.
Wina, sebagai pemerhati masalah sosial, khususnya untuk kaum pekerja ini memang konsens pada “wong cilik” tanpa pamrih. Ia mengaku jengkel karena merasa terganggu oleh sejumlah pemberitaan yang menyajikan sosol pemulung dan Risma. Seperti yang dilansir CNN Indonesia, 15 Januari 2021;
Pemulung Jakarta Tak Antusias Dengar Janji-janji Risma.
Meski berita itu menyebut Sukirno pemulung yang terdampar di Jakarta sejak dua tahun lalu itu mengatakan bila menjadi pemulung adalah satu-satunya pilihan, toh untuk mengajaknya melakukan alih profesi tidak lebih gampang dari pada mengurus Bansos yang salah sasaran atau bahkan tidak sama sekali sampai kepada rakyat yang berhak menerima bantuan.
CNNIndonesia yang menemui Sukirno dedang berteduh di Pasar Minggu, Jakarta Selatan pada akhir pekan lalu bersama grobak tuanya yang lusuh.
“Ini mulung karena enggak bisa pekerjaan lain. Karena istilahnya enggak punya ijazah, dulunya enggak sekolah,” kata Sukirno jujur dan lugu.
Gerobaknya itu penuh kardus bekas, botol minum plastik, dan beberapa sisa bongkaran alat elektronik. Ia juga mengaku tak punya rumah atau tempat kontrakan. Sukirno dan keluarganya tinggal di lapak yang disediakan bos pengepul barang-barang rongsokan hasil dari memulung.
Di kampung, dulu istrinya sempat berdagang. Tapi lantaran sakit dan tak ada yang mengurus, dia boyong sekalian ke Jakarta bersama anak -anaknya.
Beragam kisah nyaris serupa Sukirno dan keluarganya cukup banyak. Tak cuma dari pelosok serta kota di Jawa. Hanya saja pilihan dan cara menyiasati agar dapat terus bisa bertahan hidup dari himpitan kesulitan dan kemiskinan itu saja yang beda.
Tak ubah seperti Ibu Risma dari Surabaya. Hanya saja nasib yang diboyongnya dari daerah berupa paket Walikota untuk menjadi Menteri di Jakarta. Toh, Sukirno tak acuh pada janji Risma.
Meski dia juga mendengar tentang Mensos Risma yang baru dilantik Jokowi. Toh, Sukirno tidak perduli termasuk pada janji-janji Risma kepada para gelandangan untuk mendapat beasiswa, pekerjaan, hingga hunian sementara.
Karena memang sosok orang seperti Sukirno dan keluarganya bukan cuma banyak di Jakarta dan sekitarnya, tapi diseantero jagat Indonesia dapat ditemui dengan mudah, termasuk di kota asal Rismaharini sendiri, Jawa Timur.
Jadi idealnya menurut Wina yang diurus oleh seorang Menteri jangan “recehan” begitu. Liputan tanggung jawab Menteri Sosial adalah seluruh rakyat, tapa kecuali bagi semua warga masyarakat.
Lalu bagaimana dengan korban banjir di daerah Jawa seperti Pangandaran, Kalimantan Selatan serta korban gempa di Mamuju, Majene Sulawesi Barat ?
Sukirma lain lagi tanggapannya tentang janji Risma sebagai sesuatu yang menarik, namun tidak usah terlalu diharapkan. Sebab itu semua bisa cuma janji belaka demi dan untuk pencitraan
Di tempat lain, Muhamah Naseh pengamen yang mengaku perlu waktu untuk berpikir tentang janji dari Mensos Risma itu. Sebab janji bisa saja cuma belaka. Tak ada realisasinya. Sebab yang harus dan pantas diurus banyak sekali di Indonesia. Bukan cuma masyarakat Jakarta saja.
Perintah dari Presiden Joko Widodo kepada Risma dan Kepala BNPB ke lokasi gempa Mamuju itu jelas sekali mengisyaratkan bila blusukannya di Jakarta itu tak sesuai dengan job diskripsi pekerjaan yang harus dilakukan.
(DetikNews,15 Januari 2021)
Gempa di Majene yang berdampak sampai Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat itu justru direspon oleh Presiden Joko Widodo dengan memerintahkan Kepala BNPB Doni Monardo dan Mensos Tri Rismaharini untuk segera mendatangi lokasi gempa. Sementara Pagi Jum’at 15 Januari 2021, Kepala BNPB justru mau berkunjungan ke Kabupaten Sumedang, Jawa Barat bersama sejumlah anggota DPR RI. Padahal Risma sendiri semakin tidak jelas apa yang hendak serta harus dikerjakan sebagai Menteri Sosial RI.
Jadi wajar bila DPR menyemprot Risma yang tak jelas blusukan di Jakarta hingga terkesan hendak merecoki kerja Gubernur Anis Rasyid Baswedan saja. Demikian komentar banyak orang pengamat politik pencitraan itu. Sebab menurut Anggota Dewan di kolong Jembatan Surabaya pun masih anyak orang miskin, kok cuma blusukan di Jakarta ? (Repelita Online 2021-01-15)
Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini melakukan rapat kerja (Raker) perdana dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen Senayan. Dalam raker tersebut, sejumlah anggota Komisi VIII mempertanyakan bahkan mengkritisi soal aksi blusukan Risma di DKI Jakarta.
Anggota Komisi VIII DPR John Kenedy Azis mengkritisi soal masih banyaknya orang miskin di kolong-kolong jembatan kota Surabaya yang dipimpin oleh Risma selama 2 periode. Untuk itu, dia mempertanyakan gebrakan yang dilakukan oleh Risma di Kemensos, meskipun dia juga mengapresiasi aksi blusukan Risma sebagai Mensos.
Anggota Komisi VIII lainnya, Rudi Hartono juga memberi saran kepada Risma. Teman-teman Komisi VIII banyak yang menceritakan kinerja Risma itu bagus karena banyak turun ke lapangan. Tapi, pertanyaannya mengapa hanya di Jakarta.
Menurut politikus Partai Nasdem, pihaknya sangat mendukung aksi Risma yang turun ke jalan, tapi Indonesia ini luas dan tidak hanya di Jakarta. Itu semua kritik dan masukan dari masyarakat.
“Masyarakat senang dengan kinerja ibu tapi telusurilah Indoensia yang penduduknya banyak, Jawa Timur tempat ibu, Jawa Tengah, Sumatera juga bu, Sulawesi, Irian, Aceh tempat pak Husni (anggota Komisi VIII). Sungguh tak kurang jumlahnya yang memerlukan perhatian serta bantuan yang nyata. Sebab wilayah Indonesia itu tidak cuma Jakarta.
Jakarta, 15 Januari 2020
Jacob Ereste
(Wartawan dan Pemerhati Sosial)