Training HMI Sebagai Proses Pendidikan Alternatif dari yang Formal

oleh -399 Dilihat
oleh
1674394636457 jpg
MHR. Shikka Songge Dalam Forum Training (LK2) HMI Cabang Bangka Belitung
banner 1000250

HMI – Sekitar satu bulan ke depan organisasi Himpunanan Mahasiswa Islam (HMI), di 5 Februari 2023, telah genap 76 tahun usianya.

Dari sisi waktu, usia kelahiran HMI hanya 1,5 thn lebih mudah dari usia Republik Indonesia diproklamirkan pada 17 Agustus 1945. Para pendahulu pelopor dan pendiri HMI di Yogyakarta, seperti Pak Lafran Pane, Anton Timur Jailani, Yuzdi Ghazali, dll.

Satu persatu telah pergi ke hariban Allah SWT. Mungkin tidak ada lagi diantaara deklarator yang tersisah, dan tertinggal di sini kecuali karya lagesi mereka bernama HMI.

Eksistensi HMI sampai dengan saat ini, dapat diilustrasikan bagaikan pohon tuah besar dan tegap, dan kekar, yang memiliki dahan dahan yang kuat.

Di setiap dahan tumbuh tangkai dan ranting, di setiap ranting tumbuh daun lebat, bunga yang indah dan buah yang rimbun.

Semua itu untuk membobot dan mengharumkan negeri yang tercinta. HMI menjadi bingkai dan ruh sekaligus yang memperkuat kelangsungan kehidupan bangsa di negeri tercinta.

Sebagai organisasi kemahasiswaan yang bernafaskan islam, HMI hadir untuk menafasi gerak kemajuan Indonesia. Apalagi disadari HMI terlahir dari ruas ruas permasalahan theologis, sosial ekonomi, sosial politik umat dan bangsa yang melatari.

Tentunya kekuatan dan keberlangsungan HMI secara eksistensial akan terus berkembang dg berbagai eskalasinya maupun benturan gelombang dan dinamika apapun sepanjang para pengurus dan pengelola training HMI beractualisasi selaras dg tantangan zamannya.

Proses penyelarasan itu merupakan hal yang terpenting dilakukan oleh para pengelola training, melalui tafsir sosial yang terus menerus, intrepretasi yang progresif dan dinamis terhadap potret buram yang menimpa tatanan keummatan dan kebangsaan kita.

Dari sinilah para senior, master, dan instruktur meneguhkan tugas mulia sebagai pasukan elite pengawal perkaderan HMI. Para senior perkaderan menyemikan idealisme, menanamkan patriotisme dan semangat juang kader HMI.

Perkaderan HMI bagai power engenring yang menjadi pusat gerakan yang senantiasa dirawat dan dikobarkan oleh senior-senior yang terdidik, terpelajar, punya loyalitas dan militansi menggerakan roda perkaderan.

Olehnya kekuatan idealisme dan spirit kejuangan organisasi HMI yang bernafaskan dan beridentitaskan islam, terletak pada ketangguhan, integritas para senior selaku pengelola training di semua level, baik training formal mapun training khusus lainnya. Untuk itu para yuniorku master dan instruktur perlu meluruskan niat sebagai senior, guru, pelatih, pendidik yang siap melakukan transformasi karacter pada peserta didik.

Mengingat, pada intinya Training HMI merupakan proses pendidikan alternatif dari pendidikan formal yang ada. Training HMI dimaksudkan untuk merubah kualitas input yang rendah, primitif, individual, atau negatif menjadi kualitas orang terdidik berkarakter dan berintegritas.

Proses merubah input menjadi output berkarakter itu tidaklah mudah, seperti halnya memasang gordon dan mots di leher dan kepala setiap pengelola training. Olehnya diperlukan terlebih dahulu para master dan instruktur berbenah diri membangun karakter dan integritas sehingga dirinya layak dan pantas menjadi senior yang diguruhi dan diteladani para yunior.

Memantaskan diri menjadi master dan instruktur memiliki kapasitas intelectual dengan menguasai berbagai literatur setidaknya literatur elementer pendukung perkaderan. Lebih dari itu, literatur berupa jurnal terbaru dalam dan luar negeri. Dengan merembah bacaan yang banyak akan memberi bobot kapasitas tersendiri bagi pengelola training.

Para master dan instruktur perlu meyakini dan mematuhi tugas utama menjadi sosok guru yang mengarah orientasikan tugas kehidupan seorang kader bahwa diri seorang kader adalah memiliki tugas kekholifahan dan kehambaan yang mengabdikan hidup dlm rangka mencari ridho hanya kepada Allah melalui pengabdiannya pada ummat dan bangsa.

Seorang senior pengkader HMI pantang menyerah dalam situasi sesulit apapun saat menunaikan tugas panggilan penngkaderan. Sebagai pengawal garda perkaderan seorang senior telah dinyatakan lulus mengikuti Kursus Pengelola Training atau lazim disebut Senior Course (SC).

Selain itu seorang senior amat perlu meningkatkan mutu inteletualitas dan kualitas moralitas, memadukan belajar dan proses spiritual yang intens akan membentuk kepribadian seorang intekektual muslim yang progresif. Dengan proses demikian, sudah pasti membuahkan kualitas senior pengkader, sehingga ia pantas dan patut diguruhi oleh para yunior.

Di setiap training baik LK2, SC dan LK3, ada saja peserta belum memenuhi sarat secara kualitatif untuk menjadi peserta pada jenjang training tersebut. Saya tidak pernah membayangkan kalau peserta LK 3 belum pernah menyentuh buku buku Cak Nur seperti Islam, Doktrin dan Peradaban, – Islam, Ke-Indonesiaan dan Kemodernan, Islam Agama Kemanusiaan. Atau buku buku lain Islam Rasional karya Harun Nasution, Paradigma Islam Sebuah Interpretasi Untuk Aksi, Dr. Kunto Widjoyo sebagai pengantar untuk membangun cakrawala untuk memahami NDP, dimana Cak Nur sebagai penulisnya.

Bahkan di ruang training tidak tersedia al Quran, dengan alasan sudah ada di HP, padahal seringkali terkendala di teknis, mati lampu, tidak ada pulsa, bateri lowbat, hilang sinyal, dan akhirnya menghambat kelancaran. Belum lagi peserta yang diloloskan meski tidak bisa baca al Quran, dan kualitas keilmuaanya karena rekomendasi dan tekanan senior tertentu. Itulah beberapa gambaran training HMI seringkali kehilangan orientasi gegara pengelola training gagal memahami hakekat perkaderan HMI.

Nampaknya intensitas training yg tinggi dengan animo peserta yg membeludak dianggap sebagai prestasi. Namun tidak disadari bahwa peserta yang sering kali melebih kapasitas kadang membawa momok buruk. Sebab training HMI itu lebih mementingkan dimensi kekaderan bukan massa. Sebagaimana difinisi kader ialah, segelintir orang yg terseleksi, terdidik, terpelajar, memiliki komitment yang kuat pada visi dan misi, serta loyal dan militan mengawal organisasi mencapai tujuan. Jika demikian maka master dan instruktur tidak saja menjadi guru dan senior. Melainkan menjadi seorang ideolog yang bisa merubah visi dan pandangan seseorang yang kemudian berkasanggupan menggerakan perubahan di masyarakat.

Ikhtiar mewujudkan output training berkualitas dan berkarkter seorang kader harus dimulai dari adanya pengelola training yang berkualitas. Maka sudah pasti HMI menjadi organisasi yg bermatabat dan disegani. Serta terus berkontribusi memberikan kader-kader terbaiknya untuk umat dan bangsa.

Penulis: MHR. Shikka Songge
Instruktur NDP Nasional, Ketua Umum BPL HMI Cabang Yogyakarta 1991-1992.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *