Insan.News || NTT – Pertama-tama ketika lahirnya konsep visi ini berangkat dari catatan kritis ketika problem keumatan dan kebangsaan tengah mewarnai dinamika Ke-HMI-an.
Gagasan transformasi ini jika di ditafsirkan secara bahasa maka terdapat dua sub kata.
Pertama, “trans” yang menunjuk pada tempat dan lokasi.
Kedua, “forma” yang menunjuk pada bentuk. Jadi dari kedua kata ini jika dikolaborasikan maka lahirlah satu sub kata yang dikenal dengan “transformasi” yang artinya perubahan bentuk.
Perubahan yang dimaksud adalah perubahan dari bentuk yang lama menuju ke bentuk yang baru atau perubahan dari tempat yang lama menuju ke tempat yang baru. Ketika menjalankan misi transformasi, diperlukan sebuah paradigma sebagai pedoman bersikap untuk menghadapi fenomena dan realita yang muncul sebagai landasan berpikir. Paradigma adalah ibarat ruh dalam tiap organisasi yang akan mengarahkan sikap dan tindakan menghadapi persoalan-persoalan yang terjadi.
Dalam konteks ini HMI sebagai sebuah organisasi mahasiswa Islam terbesar di nusantara dan juga organisasi kemahasiswaan tertua sejak 05 Februari 1947 yang masih bertahan sampai dengan hari ini seharusnya mengarah pada proses transformasi paradigma yang ideal yang mana HMI harus senantiasa bergerak maju dengan gagasan-gagasan pembaharu yang bermuara pada sikap dan tindakan ketika menghadapi problem keumatan dan kebangsaan sesuai dengan misi HMI itu sendiri.
Problem-problem hari ini harus mengarah pada gagasan “problem solving” yang artinya mindset yang membawa seseorang berpikir positif untuk mencari jalan keluar dari permasalahan. Dengan memiliki kemampuan tersebut, kita akan dikenal sebagai orang yang selalu punya ide dalam menghadapi masalah. Inilah benturan transformasi paradigma pembaharu yang sebenar-benarnya yang dibutuhkan himpunan agar mampu menjadikan HMI sebagai rumah peradaban.
Konsep rumah peradaban secara luas berarti kumpulan sebuah identitas terluas dari seluruh hasil budi daya manusia, yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia baik fisik (misalnya bangunan, jalan), maupun non-fisik (nilai-nilai, tatanan, seni budaya maupun iptek), yang teridentifikasi melalui unsur-unsur obyektif umum, seperti bahasa, sejarah, agama, kebiasaan, institusi, maupun melalui identifikasi diri yang subjektif.
Konsep rumah peradaban dalam perspektif HMI harus berkaca pada neraca historis. Awal mula HMI didirikan dalam rangka mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang baru menyatakan kemerdekaannya pada 17 agustus 1945 oleh Soekarno presiden pertama Republik Indonesia, di samping itu pula HMI haruslah mempertahankan, mengembangkan, dan menyebarluaskan nilai-nilai ajaran Islam di bumi nusantara ini. Dalam perjalanannya, benturan peradaban mengevaluasi tujuan HMI menjadi “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertangungjawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT”. Perjalanan demi perjalanan HMI telah memberikan sumbangsih besar terhadap umat dan bangsa lewat gagasan pemikiran yang telah tercatat dalam rekam historis perjalanan panjang HMI.
Evaluasi demi evaluasi telah dilakukan oleh organisasi ini agar senantiasa mengikuti poros zaman tanpa menghilangkan subtansi perjuangan sebagai organisasi kemahasiswaan yang independen, rasional dan obyektif dengan berbasis pada keislaman dan keindonesiaan.
Pemetaan rumah peradaban ini, ada sisi eksternal yang menjadi tanggung jawab moril HMI sebagai organisasi perjuangan yang berdiri pada garda terdepan menegakan amal mar’uf nahi mungkar.
Narasi perjuangan HMI harus di sandarkan pada perjuangan semata-mata mengharapkan rahmat dan ridho Allah SWT.
Kehadiran HMI ditengah putaran peradaban hari ini harus menjadi sebuah entitas global dengan arus pemikiran radikal dalam menyikapi setiap problem keumatan dan kebangsaan.
Ditengah carut marut global dengan munculnya pandemi Covid-19 pun berdampak pada resistensi ekonomi masyarakat secara global.
Dalam konteks NTT, kehadiran HMI harus menjawab berbagai persoalan yang ada agar HMI menjadi rumah peradaban tidak hanya slogan semata. Isu-isu pelanggaran HAM, permasalah stunting, Penuntasan masalah kemiskinan menjadi titik sentral yang membutuhkan percepatan penangan agar tidak berlarut-larut dari periode ke periode.
Berdasarkan draf RPJMD 2018-2023, pembangunan NTT berpijak pada realitas sebagai provinsi kepulauan. Orientasi pembangunan diarahkan pada empat (4) konsep besar, pertama, “ekonomi biru” dengan memanfaatkan komoditi unggulan perikanan dan kelautan. Kedua,”ekonomi hijau” yang mengandalkan komoditi marungga, jagung, ternak sapi serta industri pakan ternak dan unggas serta industri pengolahan hasil perikanan. Ketiga, “ekonomi emas” dengan mengandalkan pariwisata sebagai penggerak ekonomi. Keempat, posisi geopolitik dan geoekonomi NTT sebagai provinsi perbatasan di selatan Indonesia yang mampu menjalin kerjasama dagang dengan negara negara pasific lainnya.
Berdasarkan skema pembangunan di atas maka setiap poros pembangunan harus bersandar pada kajian dampak lingkungan hidup.
Sumber daya manusia di NTT juga harus mendapat perhatian dari pihak pemerintah lewat regulasi-regulasi yang dikeluarkan agar SDM kita berjalan beriringan dengan percepatan pembangunan di Nusa Tenggara Timur. Inilah yang dinamakan kontribusi HMI sebagai sebuah transformasi paradigma demi mewujudkan masyarakat Nusa Tenggara Timur yang adil dan makmur.
Penulis: Ibnu Hj. M. K. Tokan, SH formatur/ketua umum
HMI Cabang Kupang periode 2021-2022