INSAN.NEWS II Bima NTB – 12 – September – 2025 – Nama Afdhal, eks Ketua PB HMB Bima–Makassar, mencuat dalam pusaran insiden ricuh di Kecamatan Monta, Kabupaten Bima, Jumat (12/09/2025). Di tengah panasnya situasi, ia tampil sebagai suara lantang yang mengecam keras tindakan Kapolres Bima yang dinilai arogan dan tidak humanis saat menghadapi massa.
Menurut Afdhal, aparat justru gagal menjalankan perannya sebagai pengayom. “Massa datang menyuarakan aspirasi, bukan untuk diintimidasi. Polisi seharusnya hadir memberi ketenangan, bukan memperlihatkan arogansi,” tegasnya dalam pernyataan yang segera mendapat sorotan publik.
Afdhal menilai, tindakan Kapolres yang disebut membentak hingga mendorong ibu-ibu peserta aksi adalah cermin dari buruknya pendekatan aparat terhadap masyarakat sipil. Bagi dia, sikap itu bukan hanya mencederai demokrasi, tetapi juga menambah luka atas dugaan pengeroyokan oleh oknum Satpol PP terhadap massa.
“Di saat rakyat sedang berduka karena ada korban yang masih dirawat, aparat mestinya hadir merangkul, bukan menekan. Kalau polisi kehilangan empati, maka hilanglah kepercayaan rakyat,” tegas Afdhal dengan nada kritis.
Ricuh di Monta bermula dari audiensi yang gagal lantaran Plt. Camat Monta tak hadir. Massa yang kecewa kemudian bentrok dengan Satpol PP. Beberapa peserta aksi mengalami luka, bahkan ada yang mengaku menerima kata-kata bernuansa SARA. Amarah pun meledak dengan penutupan total Jalan Lintas Parado–Monta.
Namun di tengah riuh itu, suara Afdhal menjadi penanda arah: ia menegaskan bahwa masalah Monta bukan sekadar soal camat, melainkan soal cara negara hadir di hadapan rakyatnya.
Eks Ketua PB HMB Bima–Makassar itu tak hanya berhenti pada kritik. Ia mendesak agar dugaan kekerasan oleh Satpol PP diusut tuntas dan meminta evaluasi atas sikap Kapolres Bima.
“Jangan biarkan masyarakat kehilangan harapan pada penegak hukum. Kalau polisi justru memperkeruh suasana, maka ini pertanda serius ada yang salah dalam kepemimpinan,” pungkas Afdhal.
Malam itu, meski jalan sudah dibuka, bara di hati massa belum padam. Dan di tengah semua kegaduhan, suara lantang Afdhal menjelma sebagai simbol perlawanan sipil yang menuntut keadilan.