News Opinions

Kritik Epistemik atas Kemerdekaan Memilih antara Memuji dan Mengkritik Kebijakan Pemerintah

Screenshot 20251101 093844
Dr. Buhari, S.Pd., M.Pd - Dosen Universitas Muhammadiyah Sidenreng - Rappang, Aktivis Dan Pemerhati Sosial - Politik. (01/11/2025/). Foto Ist
Daftar Isian Bacaan+

    Otokritik Fundamental atas Netralitas Ontologi Profesi

    Oleh : Dr. Buhari, S.Pd., M.Pd

    ‎INSAN.NEWS || Sidenreng – Rappang,- 01 November 2025 – Dalam ruang publik modern, kemerdekaan berpikir dan bersuara seringkali direduksi menjadi pilihan biner: Antara Memuji atau Mengkritik. 

    ‎Namun di balik pilihan yang tampak sederhana itu, tersembunyi problem epistemik yang lebih dalam yaitu sejauh mana kemerdekaan seorang profesional baik sebagai akademisi, jurnalis, birokrat, maupun praktisi hukum benar-benar bebas dari struktur kekuasaan yang membentuk kesadarannya?

    ‎Di titik ini, kemerdekaan memilih untuk memuji atau mengkritik bukan lagi soal moralitas personal, melainkan soal epistemologi dari mana pengetahuan dan nilai yang mendasari pilihan itu berasal. Apakah ia lahir dari kesadaran reflektif yang otonom, atau sekadar cermin dari hegemonik diskursus kekuasaan yang mengendalikan cara kita berpikir dan menilai?

    Nurul Rahma Usung Visi Progresif: Jadikan Kohati Takalar Rumah Belajar dan Ruang Pemberdayaan Perempuan

    1. Netralitas Profesi sebagai Ilusi Ontologis

    ‎‎Konsep “netralitas profesi” kerap diagungkan sebagai puncak integritas moral, seorang profesional dianggap ideal bila ia berdiri “di tengah,” tidak berpihak pada siapa pun. Namun dalam realitas sosial-politik, “netralitas” sering kali hanyalah mitos ontologis dan hanya sebuah ilusi bahwa manusia profesional bisa berada di luar sejarah, di luar nilai, dan di luar relasi kuasa.

    ‎Padahal, setiap profesi hidup dalam ontologi sosial yang ditentukan oleh sistem nilai, ideologi, dan kepentingan ekonomi dan politik. Akademisi yang mengaku objektif tetap menulis dalam kerangka pendanaan lembaga, jurnalis yang mengaku netral tetap tunduk pada algoritma redaksi dan selera pasar;

    “Bahkan pejabat publik yang mengklaim bebas dari politik tetap hidup dalam jaring institusional kekuasaan”.

    ‎Maka, netralitas bukanlah posisi epistemik, melainkan strategi retorik untuk melindungi diri dari tanggung jawab etis. Netralitas sering menjadi topeng yang menutupi keberpihakan secara diam-diam pada status quo.

    Pendaftaran SKCK di Polres Selayar Full Online Lewat Aplikasi Super App Polri

    ‎‎2. Epistemologi Pilihan: Mempersoalkan Motif Memuji dan Mengkritik

    ‎Ketika seorang profesional memilih untuk memuji kebijakan pemerintah, ia seharusnya sadar bahwa pujian itu tidak netral secara epistemik. Begitu pula dengan kritik. Pertanyaannya bukan apakah kita memuji atau mengkritik, melainkan dari horizon pengetahuan dan nilai apa kita berbicara.

    ‎‎Jika kritik lahir dari kebencian ideologis, ia kehilangan daya etiknya. Jika pujian lahir dari kepentingan material, ia kehilangan rasionalitasnya. Kemerdekaan epistemik hanya dapat tercapai bila tindakan memuji dan mengkritik sama-sama bersumber dari komitmen terhadap kebenaran dan keadilan, bukan sekadar preferensi politis atau loyalitas profesional.

    ‎Dalam konteks ini, epistemologi kebebasan menuntut keberanian untuk menyeberangi batas nyaman profesi, berani menjadi kritis terhadap dirinya sendiri. Inilah yang disebut otokritik fundamental, yaitu kemampuan profesi untuk memeriksa ulang dasar ontologinya, untuk siapa pengetahuannya? untuk apa eksistensinya?

    ‎‎3. Otokritik sebagai Etika Profesi

    Kasat Intelkam Polres Selayar Perkuat Sinergi dengan Rutan: Antisipasi Dini Gangguan Kamtib

    ‎Otokritik bukanlah bentuk pengkhianatan terhadap profesi, tetapi justru esensi terdalam dari tanggung jawab intelektual. Seorang akademisi yang takut mengkritik kebijakan publik demi menjaga proyek risetnya telah kehilangan makna keilmuannya. Seorang pengacara yang memuji kekuasaan tanpa nurani telah menjual netralitasnya pada pasar pengaruh.

    ‎Etika profesi yang sejati bukanlah “tidak berpihak”, melainkan berpihak pada kebenaran meskipun kebenaran itu menyakitkan bagi dirinya sendiri. Di sinilah ontologi profesi menemukan maknanya yang otentik, sebagai keberadaan yang sadar diri, kritis, dan terus menegosiasikan relasinya dengan kekuasaan.

    ‎‎4. Kesimpulan: Dari Netralitas ke Keberpihakan Epistemik

    ‎Kemerdekaan memuji dan mengkritik kebijakan pemerintah hanyalah semu bila tidak disertai refleksi epistemik atas posisi kita dalam struktur pengetahuan dan kekuasaan. Profesi yang mengklaim netral, tetapi tidak melakukan otokritik terhadap sumber-sumber nilai dan kepentingannya sendiri, sesungguhnya telah kehilangan kemerdekaan ontologisnya.

    ‎Maka, tugas intelektual masa kini bukanlah menjaga netralitas, melainkan memelihara keberpihakan epistemik terhadap kebenaran. Sebab, hanya dengan keberpihakan yang sadar dan reflektif, kemerdekaan berpikir dapat benar-benar menjadi kemerdekaan yang bermakna bukan sekadar pilihan antara memuji atau mengkritik, tetapi tindakan epistemik untuk menegakkan kebenaran di atas segala kepentingan.

    ‎INSAN.NEWS – Menginspirasi Anda ‎Follow Berita InsanNews di Google New

    × Advertisement
    × Advertisement