Opinions

Rahim Perempuan Dijarah, Peradaban Diperkosa

IMG 20251219 WA0003
Aminatuzzuhriah - Aktivis Perempuan (19/12/2025). Foto Ist. ‎

‎Oleh : Aminatuzzuhriah – Aktivis Perempuan

INSAN.NEWS || Pangkajene dan Kepulauan,- Jum’at 19 Desember 2025 – Sebuah bangsa sejatinya tidak runtuh ketika ekonomi melemah atau politik gaduh, melainkan ketika perempuan tidak lagi merasa aman hidup di dalamnya.

Ketika perempuan takut berjalan di ruang publik, takut berbicara, bahkan takut melapor, di situlah tanda-tanda keruntuhan peradaban mulai tampak.

‎Perempuan bukan sekadar objek pembangunan, melainkan fondasi peradaban itu sendiri. Dari rahim perempuan lahir manusia, dan dari asuhannya terbentuk nilai serta akhlak pertama yang akan menentukan arah sebuah bangsa.

‎Karena itu, kekerasan terhadap perempuan tidak dapat dipahami sebagai kasus individual saja, melainkan sebagai krisis struktural yang menggerogoti masa depan kaum perempuan.

Demokrasi dan Urgensi Kemampuan Argumentasi: Fondasi Epistemik Bagi Kebijaksanaan Politik ‎

‎Kesadaran ini telah lama hidup dalam ungkapan sosial bahwa;

‎”wanita adalah tiang negara: Apabila wanitanya baik maka akan baiklah negara itu, dan apabila wanitanya rusak maka akan rusak pula negara tersebut”.

‎Ungkapan ini bukan sekadar retoris moral, melainkan sebuah alarm tentang hubungan langsung antara martabat perempuan dan keberlangsungan negara.

‎Islam mengingatkan kemuliaan perempuan dengan jelas. Rasulullah  bersabda ;

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya” (HR. Tirmidzi). 

Gerakan Politik Qahar Mudzakkar: Telaah Pendidikan Politik Islam dan Keindonesiaan

‎Hadis ini menempatkan perlakuan terhadap perempuan sebagai tolak ukur kualitas moral manusia, sehingga setiap bentuk kekerasan terhadap perempuan merupakan pengkhianatan terhadap nilai agama dan kemanusiaan sekaligus.

‎Al-Qur’an pun menjelaskan mandat tersebut dengan menyatakan ;

“Sungguh Kami telah memuliakan anak cucu Adam” (QS. Al-Isra: 70). 

‎Maka setiap pembiaran terhadap kekerasan sejatinya adalah pengingkaran terhadap kemuliaan yang telah Allah tetapkan, sekaligus kegagalan negara dalam menjalankan tanggung jawab etiknya.

‎Para pemikir dunia telah lama mengingatkan bahaya ini. Plato menyatakan bahwa kualitas negara tidak akan pernah melampaui kualitas manusia yang membentuknya.

‎Kendali Borjuis–Oligarkis atas Masa Depan Demokrasi Substantif

‎Jika perempuan – sebagai pendidik pertama manusia – dibiarkan rusak oleh kekerasan dan ketidakadilan, maka kehancuran negara bukan lagi kemungkinan, melainkan keniscayaan.

‎Sejalan dengan itu, Ibnu Khaldun juga katakan bahwa peradaban bertumpu pada nilai dan solidaritas sosial. Ketika perempuan dilemahkan, disakiti, dan dibungkam, nilai tersebut runtuh dari akarnya, sehingga negara mungkin masih berdiri secara administratif, tetapi telah kehilangan ruh peradabannya.

‎Ironisnya, kekerasan terhadap perempuan hari ini kerap dilanggengkan oleh sistem yang lemah. Proses hukum berjalan lamban, korban sering disudutkan, sementara pelaku kerap mendapatkan ruang aman.

‎Aparat yang seharusnya melindungi justru terjebak pada prosedur kaku dan keberanian yang setengah hati.

‎Negara sering tampil normatif di atas kertas, tetapi minim keberpihakan dalam praktik. Regulasi ada, namun implementasinya pincang. Aparat diminta netral, tetapi netralitas yang abai dalam ketidakadilan pada hakikatnya adalah keberpihakan kepada pelaku.

Hannah Arendt mengingatkan bahwa kejahatan paling berbahaya lahir bukan dari kebencian, melainkan dari kebiasaan diam.

‎Pada akhirnya, ukuran kemajuan bangsa bukanlah gedung tinggi atau indeks statistik, melainkan seberapa aman perempuan hidup di ruang publik dan privat. Negara yang gagal memastikan rasa aman tersebut sesungguhnya sedang merobohkan tiang penyangganya sendiri, pelan namun pasti.

‎Ketika rahim perempuan dijarah, peradaban diperkosa. Kalimat ini keras, tetapi realitasnya lebih kejam. Melindungi perempuan bukan sekadar tuntutan moral, melainkan kewajiban negara dan aparat.

Jika kewajiban ini terus diabaikan, maka yang runtuh bukan hanya martabat perempuan, melainkan masa depan bangsa itu sendiri.

‎INSAN.NEWS – Menginspirasi Anda Follow Berita InsanNews di Google New

× Advertisement
× Advertisement