Oleh : Buhari Fakkah ( Dosen UMS Rappang )
INSAN.NEWS || Sidenreng – Rappang – 23 Oktober 2025 – Konon, ilmuwan adalah penjaga akal sehat bangsa. Tapi di musim pemilihan, sebagian dari mereka tampak lebih mirip makelar intelektual – menjual teori, statistik, dan gelar demi sesuap kedekatan dengan kekuasaan. Yang seharusnya menjadi suara kebenaran, kini sibuk menakar:
“Siapa yang berpotensi menang, bukan siapa yang benar”.
Lucu sekali melihat mereka berbicara tentang “netralitas akademik”, padahal tangannya gemetar menandatangani kontrak konsultan politik. Mereka menulis analisis ilmiah tentang elektabilitas, tapi tak pernah menulis tentang hilangnya moralitas. Mereka tahu calon pemimpin itu penuh noda, tapi bilang: “Kita lihat secara objektif.” Objektif dari mana, kalau hati sudah disewa?
Dulu, ilmuwan dianggap cahaya peradaban. Kini sebagian hanya lilin di tangan penguasa – kecil, lemah, dan mudah padam kalau tidak diberi angin proyek. Yang lebih memprihatinkan, mereka tampil di televisi dengan wajah bijak, mengutip Plato dan Weber, padahal isi kepalanya cuma “siapa yang bayar lebih mahal.”
Inilah generasi cendekiawan tanpa tulang punggung, yang membungkuk bukan karena rendah hati, tapi karena takut kehilangan posisi.
Tugas ilmuwan seharusnya sederhana: membenarkan yang benar, menyalahkan yang salah. Tapi di republik yang menjadikan “aman” sebagai filsafat hidup, kejujuran dianggap tindakan bunuh diri.
Ilmuwan yang kritis dicap provokator, yang diam dipuji elegan, padahal cuma pengecut berjas.
Bangsa ini tidak akan rusak oleh politisi busuk – mereka sudah biasa begitu. Bangsa ini akan hancur karena ilmuwan yang memilih diam saat kebenaran diinjak-injak. Ketika akal tunduk pada kekuasaan, maka universitas berubah jadi pasar, profesor jadi pedagang, dan ilmu pengetahuan jadi mata uang.
Maka wahai ilmuwan yang sibuk menghitung peluang politik, ingatlah:
“Sejarah tidak pernah menulis nama mereka yang pandai menyesuaikan diri, tapi mereka yang berani berbeda meski sendirian”.
Sebab jika kebenaran harus menunggu izin dari penguasa, mungkin sudah waktunya gelar akademik diganti saja jadi “Sarjana Kepentingan Umum” – jurusan menunduk pada siapa saja yang sedang berkuasa.
INSAN.NEWS – Menginspirasi Anda Follow Berita InsanNews di Google New