INSAN.NEWS || Maros – Lambatnya penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan layanan internet di Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Maros semakin memicu kemarahan publik. Aroma ketidakberesan penegakan hukum kian menyengat, sementara aparat penegak hukum terkesan bermain aman dan enggan bersikap tegas terhadap para pihak yang diduga terlibat.
Sudah berbulan-bulan kasus ini bergulir, namun kejelasan soal siapa yang bertanggung jawab masih gelap. Audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulsel belum menunjukkan titik terang, sementara pernyataan aparat hukum kerap saling bertentangan, bahkan terkesan menyesatkan publik.
“Ini bukan sekadar kelambanan, tapi pembiaran sistematis. KPK harus turun tangan! Jangan biarkan daerah ini jadi kuburan kasus korupsi yang ditenggelamkan secara perlahan,” tegas A. Aziz, aktivis antikorupsi. Ia bahkan mengibaratkan potensi lenyapnya kasus ini bak tragedi Tampomas II, ramai di awal, hilang tanpa jejak di akhir.
Ketua Umum HMI Cabang Maros, Muhammad Taufik Hidayat, juga mengecam keras sikap kejaksaan dan pemerintah daerah yang terkesan membiarkan kasus ini membusuk.
“Ini bukan hanya soal pelanggaran hukum. Ini pengkhianatan terhadap kepercayaan rakyat! Kalau hukum terus tumpul ke atas, maka tidak ada lagi yang bisa diharapkan dari sistem ini,” serunya lantang.
Taufik menyebut bahwa tindakan tegas sangat mendesak.
“Pemerintah daerah harus berhenti menjadi tameng bagi oknum yang diduga terlibat. Bersihkan birokrasi atau bersiap kehilangan kepercayaan rakyat secara total!” ujarnya.
Di tengah lambannya penanganan, publik malah disuguhi ironi pahit: Maros diganjar penghargaan oleh KPK sebagai daerah dengan upaya pencegahan korupsi terbaik.
“Bagaimana mungkin lembaga antikorupsi memberi penghargaan ke daerah yang sedang diselidiki karena dugaan korupsi? Ini penghinaan terhadap akal sehat,” kata Aziz geram.
Lebih miris lagi, dugaan keterlibatan oknum pejabat masa lalu mulai dibantah oleh pihak-pihak tertentu lewat kuasa hukum, yang justru berupaya membungkam kritik dengan ancaman hukum terhadap aktivis.
“Ini modus lama. Ketika terdesak, mereka bukan membersihkan nama dengan bukti, tapi justru mengancam balik pengkritik. Sangat memalukan!” ujar salah satu pegiat hukum di Maros.
Kehancuran hukum bukan hanya terjadi saat pelaku bebas dari jerat, tapi ketika institusi penegak hukum diam, bungkam, dan pura-pura buta. Masyarakat Maros pantas tahu siapa yang menikmati uang rakyat lewat proyek bodong, bukan terus dijejali narasi-narasi pembelaan kosong.
Jika dalam waktu dekat tidak ada kejelasan, maka desakan untuk KPK mengambil alih penyidikan akan semakin keras. Rakyat sudah muak. Dan jika hukum terus gagal membuktikan keberpihakannya pada kebenaran, maka tidak ada lagi yang bisa diandalkan selain suara perlawanan publik.
“Keadilan yang tertunda, bukan sekadar keadilan yang hilang, tapi bentuk nyata pengkhianatan terhadap demokrasi dan masa depan bangsa.” tutupnya.
INSAN.NEWS – Menginspirasi Anda
Follow Berita InsanNews di Google New